Siti juga menyebutkan bahwa sanksi pertama berupa sanksi administrasi, yang akan diberikan kepada pelaku usaha yang belum bersertifikat halal. Sebelum menjatuhkan sanksi ini, BPJPH akan menanyakan alasan ketidakmampuan UMKM mendapatkan sertifikat halal sebelum tenggat waktu. Siti menambahkan bahwa BPJPH akan membantu pelaku usaha mikro kecil yang tidak memiliki biaya untuk sertifikasi, namun pelaku usaha menengah besar tidak akan mendapatkan pengecualian dan akan dikenakan sanksi.
Sanksi kedua adalah larangan peredaran produk yang belum bersertifikat halal. Siti menjelaskan bahwa mulai 18 Oktober 2024, hanya produk halal yang boleh beredar. Produk non-halal harus mencantumkan tanda atau tulisan bahwa produk tersebut tidak halal. Sanksi ini berlaku untuk semua pelaku usaha, termasuk pedagang keliling, gerobak, dan pikul, serta usaha super mikro, mikro, kecil, menengah, dan besar, baik dari dalam maupun luar negeri.
Saat ini, BPJPH mencatat baru terdapat 3 juta produk UMKM yang bersertifikat halal dari target 10 juta. Siti menyebutkan bahwa data menjadi salah satu kendala dalam mencapai target tersebut, mengingat terdapat 64 juta pelaku usaha di Indonesia. Meskipun demikian, Siti optimistis bisa mengejar target 7 juta produk UMKM bersertifikat halal pada tahun ini dengan dukungan dari mitra seperti perbankan.
Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai mendukung penuh agenda ini. Dukungan dari lembaga-lembaga ini diharapkan dapat mempercepat proses sertifikasi halal bagi pelaku usaha di wilayah tersebut, memastikan bahwa semua produk yang beredar memenuhi standar halal yang ditetapkan.